Situbondo- Setelah menyelesaikan upacara bendera pada peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia ke 80 dengan khidmat, sejumlah santri di Pondok Pesantren Walisongo, Mimbaan, Panji, Kabupaten Situbondo menyuguhkan sebuah pertunjukan teatrikal yang mengangkat salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan bangsa, yaitu: "Resolusi Jihad,” Minggu, (17/8/ 2025).
Teater ini mengisahkan bagaimana di tengah ancaman kembalinya penjajah setelah Proklamasi 1945, para ulama sejawa dan madura berkumpul di Surabaya. Di antaranya adalah Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, yang kemudian mengeluarkan Resolusi Jihad Fii Sabilillah. Seruan ini menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajahan adalah kewajiban setiap Muslim, sebuah jihad yang sah dan mulia.
“ Hukum membela negara, menolak, melawan penjajah yang akan merebut kemerdekaan negeri kita adalah Fardhu Ain, sebagaimana kewajiban sholat yang lima waktu,” ujarnya.
Selain itu, Sutomo ( Bung Tomo ) yang saat itu menjadi wartawan sekaligus penyiar radio di Surabaya mendengar dan membaca tentang seruan Resolusi Jihad. Dirinya berangkat dari Surabaya menemui KH. Hasyim Asy’ari, Tebu Ireng, jombang, untuk meminta arahan apa yang harus disiarkan melalui siaran radio surabaya.
“ Awali dan akhiri pidato saudara dengan mengagungkan kebesaran Allah Subhanahu Wa taala, dan ucapkanlah Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,” katanya.
Seruan ini menjadi pemantik semangat perjuangan para santri dan rakyat Surabaya, yang akhirnya meletus dalam pertempuran penuh keberanian pada 10 November 1945. Mereka bertempur bukan demi kekuasaan, tapi demi kehormatan, harga diri, dan masa depan negeri ini.
Melalui teatrikal ini, para santri Pondok Pedantren Wali Songo ingin meneladani semangat jihad para ulama dan santri terdahulu, bukan dalam bentuk kekerasan, tetapi jihad dalam bentuk cinta tanah air, menjaga perdamaian, dan merawat keberagaman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pewarta: Abd Wafi